Peraturan perkawinan di Indonesia Pasal 2 UUP zNo.1/1974 & pasal 10 ayat (2) PP no. 9/1975 menyebutkan setiap perkawinan dicatatkan sehingga memiliki keabsahan legal formil. Selain itu, pernikahan pun harus dilaksanakan menurut hukum agama masing-masing, sehingga pernikahan lintas agama pun tidak memiliki keabsahan menurut KHI Pasal 40 (c) dan Pasal 44. Anak yang lahir dari hasil perkawinan yang tidak meimiliki keabsahan menurut aga maupun negara berakibat tidak memiliki hak nasab ayahnya dan hak keperdataan lainnya. Adapun yurisprudensi MA RI no.368/Aq/1995 dan no. 51K/AG/1999 menyatakan bahwa anak kandung nonmuslim bukan ahli waris, namun berhak mendapatkan bagian warisan berdasarkan wasiat wajibah. Namun berbeda dengan putusan MK no.46/PUU-VII/2010 yang menjadi peluang bagi anak luar kawin dan perkawinan beda agama mendapatkan hak keperdataanya bukan hak nasabnya.
|