Banyaknya pembangunan dan minat terhadap rumah susun di kota-kota besar melahirkan transaksi dengan sistem indent/booking fee dalam hal jual beli satuan rumah susun, dimana pemasaran dilakukan oleh developer sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan. Hal ini memang diatur oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun sebagai bentuk keringanan yang diberikan pemerintah kepada para pengembang. Namun Akta Jual Beli tidak secara langsung dapat dilakukan antara penjual/pengembang dan pembeli karena objek perjanjian belum ada secara nyata. Oleh karena itu, Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) hadir sebagai bentuk solusi dari para
notaris untuk menjadi perjanjian pendahuluan/bantuan sebelum menuju pada perjanjian pokoknya (Akta Jual Beli), serta menjadi ikatan yang sah antara penjual dan pembeli satuan rumah susun sampai proses pembangunan rumah susun jadi dari pihak penjual dan sampai cicilan pembayaran lunas dari pihak pembeli. Kenyataan yang terjadi banyak transaksi jual beli bangunan satuan rumah susun yang belum jadi tidak didukung dengan pembuatan PPJB dikarenakan banyak masyarakat masih awam mengenai PPJB dan mencegah dikenakannya biaya tambahan untuk pembuatan PPJB. Tanpa adanya PPJB sebagai ikatan awal, bagaimana para pihak dapat membuktikan kesepakatannya apabila dikemudian
hari terjadi sengketa dan hanya bermodalkan surat tanda jadi? Penulisan skripsi ini menggunakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan serta pendekatan konseptual berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia untuk menemukan penjelasan mengenai peran penting dan syarat pembuatan PPJB dalam jual beli satuan rumah susun yang belum jadi. PPJB satuan rumah susun menjadi suatu alat penjamin dan alat bukti untuk mencegah terjadinya kelalaian pemenuhan prestasi dari salah satu pihak dan dapat dibuat dengan akta otentik maupun akta dibawah tangan. Terjadinya kegagalan pemenuhan kewajiban kontraktual yang kemungkinan disebabkan oleh wanprestasi, keadaan memaksa (overmacht), atau keadaan sulit (hardship) oleh salah satu pihak menjawab betapa penting dan dibutuhkannya PPJB untuk digunakan sebagai alasan tuntutan ganti kerugian. Kegagalan kontraktual tersebut dapat menimbulkan akibat hukum berupa ganti rugi dari pihak yang dirugikan berdasarkan prosedur yang diatur UU Rumah Susun, yakni melalui penyelesaian sengketa secara litigasi maupun non-litigasi. Pilihan penyelesaian sengketa tersebut didasari oleh kepentingan para pihak bersengketa dan yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan PPJB tersebut sebagai alat bukti yang mendukung dalam hal tuntutan ganti kerugian. Jadi setiap adanya transaksi jual beli satuan rumah susun, pada prinsipnya sangatlah penting dilakukan pembuatan PPJB sebagai ikatan awal antara penjual dan pembeli guna mencegah berbagai macam alasan kegagalan pemenuhan prestasi dalam kontrak.
Kata kunci: PPJB, Rumah Susun, Jual Beli, Ganti Kerugian
|